Upaya penyelesaian konflik Thailand Selatan
Konflik yang sudah berlangsung sejak tahun 1902 dan semakin mengalami
peningkatan sejak tahun 2004 ini bukan berarti tidak ada penyelesaian yang
dilakukan oleh pemerintah Thailand sendiri. Tahun 2004, pemerintah Thailand
melakukan komunikasi dengan Wan A. Kadir Che Man, yang pernah mengekspresikan
keinginannya untuk mendorong negosiasi dengan pemerintah. Akan tetapi, ketidakmampuan
Wan A. Kadir Che Man dalam menghentikan kekerasan yang terjadi membuat
pertemuan tidak berjalan lancar.
Pada tahun 2005, Perdana Menteri Thailand mendirikan NRC (the National
Reconciliation Commission) yang anggotanya terdiri dari berbagai sektor
masyarakat. Selanjutnya diikuti oleh Thaksin menunjukkan keinginannya untuk
mengubah kebijakannya dalam menghadapi provinsi-provinsi yang ada di Selatan
Thailand. Pemerintah juga memutuskan untuk menangani pembentukan kembali
pendidikan dengan menerbitkan buku teks dalam bahasa Yawi sebagai penghormatan
terhadap identitas budaya dan agama di Thailand Selatan.
Di tahun 2006, Pemerintah Swedia juga pernah menunjukkan
keinginannya untuk membantu proses perdamaian dengan antara pemerintah pusat
Thailand dan Thailand Selatan. Akan tetapi, tidak terlaksana. Dan kerusuhan
masih terus terjadi, meskipun sempat terjadi beberapa perundingan yang diadakan
oleh Malaysia sebagai fasilitator. Bahkan sampai saat ini, Tercatat lebih dari
35 ribu orang tewas sejak kelompok milisi prokemerdekaan melakukan aksinya di
Thailand Selatan.8 Oleh karena itu, Pemerintah Thailand meminta kesediaan
Indonesia sebagai mediator dan fasilitator penyelesaian
konflik
Thailand Selatan yang setelah melalui berbagai pertimbangan,
Indonesia
akhirnya menyanggupi menjadi mediator konflik teraebut.
Dalam konflik Thailand Selatan, Indonesia dipilih sebagai mediator.
Indonesia tidak terlibat dalam konflik ini, tidak merupakan bagian dari
Thailand Selatan yang melawan pemerintahan, dan bukan pula sebagai bagian dari
pemerintah Thailand yang melakukan tindakan kekerasan dan ketidakadilan
terhadap masyarakat Thailand Selatan. Selain itu, Indonesia tidak mempunyai
kepentingan di dalam konflik maupun terhadap salah satu pihak yang berkonflik. Dalam
konflik Thailand Selatan, Indonesia sudah berhasil mempertemukan kedua belah
pihak dan bersama-sama mencari solusi atas konflik yang sedang terjadi. Sebelum
pertemuan yang dilakukan di Istana Bogor tanggal 20 September 2008, berbagai
pertemuan dan persiapan dilakukan. Pertemuaan pertama di Penang, kemudian dilanjutkan
di Kedah dan Langkawi Malaysia.
Pada pertemuan di Bogor, Indonesia
berusaha untuk mencari solusi politik damai terhadap konflik di Thailand
Selatan. Dalam pertemuan itu Presiden berbagi pengalaman dan pelajaran dari
penanganan konflik Aceh dan memberi sejumlah masukan pada Jenderal Klahan. Pertemuan
pendahuluan itu dilanjutkan dengan pertemuan mediasi di ruang Bung Karno,
Istana Bogor, pada siang harinya. Dalam pertemuan itu Wakil Presiden Kalla
berperan sebagai mediator antara Pemerintah Thailand dengan tokoh-tokoh
Thailand Selatan. Pemerintah Thailand diwakili oleh lima orang delegasi.
Rencananya, pertemuan akan berlangsung selama dua hari hingga Minggu.