Junho

Junho
2PM

Minggu, 13 Mei 2012


Upaya penyelesaian konflik Thailand Selatan

Konflik yang sudah berlangsung sejak tahun 1902 dan semakin mengalami peningkatan sejak tahun 2004 ini bukan berarti tidak ada penyelesaian yang dilakukan oleh pemerintah Thailand sendiri. Tahun 2004, pemerintah Thailand melakukan komunikasi dengan Wan A. Kadir Che Man, yang pernah mengekspresikan keinginannya untuk mendorong negosiasi dengan pemerintah. Akan tetapi, ketidakmampuan Wan A. Kadir Che Man dalam menghentikan kekerasan yang terjadi membuat pertemuan tidak berjalan lancar.
Pada tahun 2005, Perdana Menteri Thailand mendirikan NRC (the National Reconciliation Commission) yang anggotanya terdiri dari berbagai sektor masyarakat. Selanjutnya diikuti oleh Thaksin menunjukkan keinginannya untuk mengubah kebijakannya dalam menghadapi provinsi-provinsi yang ada di Selatan Thailand. Pemerintah juga memutuskan untuk menangani pembentukan kembali pendidikan dengan menerbitkan buku teks dalam bahasa Yawi sebagai penghormatan terhadap identitas budaya dan agama di Thailand Selatan.
Di tahun 2006, Pemerintah Swedia juga pernah menunjukkan keinginannya untuk membantu proses perdamaian dengan antara pemerintah pusat Thailand dan Thailand Selatan. Akan tetapi, tidak terlaksana. Dan kerusuhan masih terus terjadi, meskipun sempat terjadi beberapa perundingan yang diadakan oleh Malaysia sebagai fasilitator. Bahkan sampai saat ini, Tercatat lebih dari 35 ribu orang tewas sejak kelompok milisi prokemerdekaan melakukan aksinya di Thailand Selatan.8 Oleh karena itu, Pemerintah Thailand meminta kesediaan Indonesia sebagai mediator dan fasilitator penyelesaian
konflik Thailand Selatan yang setelah melalui berbagai pertimbangan,
Indonesia akhirnya menyanggupi menjadi mediator konflik teraebut.
Dalam konflik Thailand Selatan, Indonesia dipilih sebagai mediator. Indonesia tidak terlibat dalam konflik ini, tidak merupakan bagian dari Thailand Selatan yang melawan pemerintahan, dan bukan pula sebagai bagian dari pemerintah Thailand yang melakukan tindakan kekerasan dan ketidakadilan terhadap masyarakat Thailand Selatan. Selain itu, Indonesia tidak mempunyai kepentingan di dalam konflik maupun terhadap salah satu pihak yang berkonflik. Dalam konflik Thailand Selatan, Indonesia sudah berhasil mempertemukan kedua belah pihak dan bersama-sama mencari solusi atas konflik yang sedang terjadi. Sebelum pertemuan yang dilakukan di Istana Bogor tanggal 20 September 2008, berbagai pertemuan dan persiapan dilakukan. Pertemuaan pertama di Penang, kemudian dilanjutkan di Kedah dan Langkawi Malaysia.
Pada pertemuan di Bogor, Indonesia berusaha untuk mencari solusi politik damai terhadap konflik di Thailand Selatan. Dalam pertemuan itu Presiden berbagi pengalaman dan pelajaran dari penanganan konflik Aceh dan memberi sejumlah masukan pada Jenderal Klahan. Pertemuan pendahuluan itu dilanjutkan dengan pertemuan mediasi di ruang Bung Karno, Istana Bogor, pada siang harinya. Dalam pertemuan itu Wakil Presiden Kalla berperan sebagai mediator antara Pemerintah Thailand dengan tokoh-tokoh Thailand Selatan. Pemerintah Thailand diwakili oleh lima orang delegasi. Rencananya, pertemuan akan berlangsung selama dua hari hingga Minggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar